A.
PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB
Tanggung
jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa
Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menggung segala
sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.
Tanggung
jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atas perbuatannya yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat
sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Seorang
mahasiswa mempunyai kewajiban belajar. Bila belajar, maka hal itu berarti ia
telah memenuhi kewajibannya. Berarti pula ia telah bertanggung jawab atas
kewajibannya. Sudah tentu bagaimana kegiatan belajar si mahasiswa, itulah kadar
pertanggung jawabannya. Bila pada ujian ia mendapat nilai A, B, atau C itulah
kadar pertanggung jawabannya.
Bila
si mahasiswa malas belajar dan ia sadar akan hal itu. Tetapi ia tetap tidak mau
belajar dengan alas an capek, segan dan lain-lain. Padahal ia menghadapi ujian.
Ini berarti bahwa si mahasiswa tidak memenuhi kewajibannya, berarti pula ia
tidak bertanggung jawab.
Seseorang
mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau keinssafan atau pengertian atas
segala sesuatu dan akibatnya dan atas kepentingan pihak lain. Timbulnya
tanggung jawab itu karena manusia itu hidup bermasyarakat dan hidup dalam
lingkungan alam. Manusia tidak boleh berbuat semaunya terhadap manusia lain dan
terhadap alam lingkungannya. Manusia menciptakan keseimbangan, keserasian,
keselarasan antara sesame manusia dan antara manusia dan lingkungan.
Tanggung
jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manuia,
bahwa manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung
jawab , maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian
tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang
berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain. Dari sisi sipembuat dia harus
menyadari akibat perbuatannya itu, dengan demikian ia sendiri pula yang harus
memulihkan ke dalam keadaan baik. Dari sisi pihak lain, apabila sipembuat tidak
mau bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik dengan cara
indivisual maupun dengan cara kemasyarakatan.
Apanila
dikaji, tanggung jawab itu adaalah keajiban atau beban yang harus dipikul atau
dipenuhi sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat atau sebagai akibat
dari perbuatan pihak lain atau sebagai pengabdian, pengorbanan pada pihak lain.
Kewajiban atau beban itu ditujukan untuk
kebaikan pihak yang berbuat sendiri atau pihak lain. Dengan
keseimbangan, keserasian, keselarasan antara sesama manusia, antara manusia dan
lingkungan, antara manusia dan Tuhan selalu dipelihara dengan baik.
Tanggung
jawab adalah ciri manusia yang beradab (berbudaya). Manusia merasa bertanggung
jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan
menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian atau pengirbanannya.
Untuk memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh
usaha melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang
maha Esa.
B.
MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB
Manusia
itu berjuang memenuhi keperluannya sendiri atau yntuk keperluan pihak lain.
Untuk itu ia menghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi
lingkungan alam. Dalam usahanya itu manusia juga menyadari bahwa ada kekuatan
lain yang ikut memnentukan yaitu kekuasaan Tuhan. Dengan demikian tanggung
jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya.
Atas dasar ini, lalu dikenal beberapa jenis tanggung jawab, yaitu:
a.
Tanggung jawab terhadap diri sendiri
Tanggung
jawab terhadap diri sendiri menurut kesadaran setiap orang untuk memenuhi
kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi.
Dengan demikian ia dapat memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai
dirinya sendiri. Menurut sifat dasarnya manusia adalah makhluk bermoral, tetapi
manusia juga seorang pribadi. Karena merupakan seorang pribadimaka manusia
mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri dan angan-angan sendiri. Sebagai
perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan manusia berbuat dan
bertindak. Dalam hal ini manusia tidak luput dari kesalahan, kekeliruan, baik yang
disengaja maupun tidak.
Contoh:
Rudi membaca sambil
berjalan. Meskipun sebentar-sebentar ia melihat jalan, tetapi juga ia lengah
dan terperosok ke sebuah lobang. Kakinya terkilir. Ia menyesali dirinya sendiri
atas kejadian itu. Ia harus beristirahat dirumah beberap hari. Konsekuensi
tinggal di rumah beberap hari merupakan tanggung jawab sendiri atas
kelengahannya.
b.
Tanggung jawab
terhadap keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari
suami-istri, ayah-ibu dan anak-anak dan juga orang lain yang menjadi anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya.
Tanggung jawab ii menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga
merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan dan kehidupan.
Contoh :
Seorang ibu telah
dikaruniai tiga anak kemudian oleh suatu sebab suaminya meninggal dunia, karena
ia tidak mempunya pekerjaan/tidak bekerja pada suaminya masih hidup maka demi
rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga ia melacurkan diri.
Ditinjau dari segi moral hal ini tidak dapat diterima
karena melacurkan diri termasuk tindakan berdosa, tetapi dari segi tanggung
jawab ia termasuk oarng yang dipuji, karena ddemi rasa tanggung jawabnya
terhadap keluarga ia rela berkorban menjadi manusia yang hina dan dikutuk.
c.
Tanggung jawab terhadap masyarakat
Pada
hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan
kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia
harus berkomuniskasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian
manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung
jawab seperti anggota masyarakat yang lain agara dapat melangsungkan hidupnya
dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya
harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
Contoh :
Hanafi terlalu congkak dan sombong, ia mengejek dan
menghina pakaian pengantin adat Minangkabau. Ia tidak memakai pakain itu,
bahkan penutup kepala yang dikeramatkan pun semula ditolak. Tetapi setelah ada
ancaman dari pihak pengiring, terpakassa Hanafi mau memkainya juga. Di dalam
peralatan itu hamper-hampir pernikahan dibatalkan, karena timbul perselisihan
antara pihak kaum wanita dengan pihak kaum laki-laki. Pangkalnya dari Hanafi
juga. Ia berkata pakaina mempelai yang masih sekarang dilazimkan di negerinya
yaitu pakaian jadul, disebutnya cara anak komedi Istanbul. Jika ia dipaksa
memkai secara itu, sukalah urung sahaja, demikian katanya dengan pendek.
Setelah timbul pertengkaran di dalam keluarga pihaknya sendiri akhirnya
diterimalah, bahwa ia memakai smoking, yaitu jas hitam, celana hitam dengan
berompi dan berdasi putih. Dengan kekerasan ia menolak pakai dester suluk,
yaitu pakaian adat Minangkabau. Bertangisan sekalipun perempuan meminta supaya
ia jangan menolak tanda keminangkabauan yang satu, yaitu selamaberalat saja.
Jika peralatan sudah selesai, bolehlah ia nanti nanti memakai sekehendak
hatinya pula. Hanafi tetap menolak kehendak orang tua, ia tidak hendak menutup
kepala, karena lebih gila pula daripada anak komedi, bila memakai dester saluki
dengan baju smoking dan dasi. Setelah ibunya sendiri hilang sabaranya dan
memukul-mukul dada di muka anak yang “terpelajar” itu, barulah Hanafi menurut
kehendak orang banya, sambil mengeluh dan teringat akan badannya yang sudah
“tergadai”. Untunglah ia menurutkan hal penutup kepala itu, karena sekalian
pengantar dan pasumandan (pengiring bangsa perempuan) sudah berkata bahwa
mareka tidak sudi mengiringkan “mempelai didong”. Akhirnya hanafi tunduk pula
dengan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, meskipun harus
bersitegang dahulu. Sebagai pertanggungjawaban kecongkakan dan kesombonannya
itu, Hanafi harus menerima rasa antipasti dari masyarakat Minangkabau yang
sangat ketata terhadap adat itu (salah
asuhan).
d.
Tanggung jawab kepada Bangsa / Negara
Suatu
kenyataan lagi, bahwa setiap manusia, tiap individu adalah warga Negara suatu
Negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat
oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh Negara. Manusia tidak
dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus
bertanggung jawab kepada Negara.
Contoh :
1.
Dalam novel jalan taka da ujung karya Muchtar
Lubis, Guru Isa yang terkenal sebagai guru yang baik, terpaksa mencuri
barang-barang milik sekolah demi rumah tangganya. Perbuatan guru Isa ini harus
pula dipertanggungjawabkan kepada pemerintah. Kalau perbuatan itu diketahui ia
harus berurusan dengan pihak kepolisian dan pengadilan.
2.
Kumbakarna menolak perintah kakaknya, juga
rajanya yaitu rahwana untuk berperang melawan rama, karena kakanya berbuat
keburukan. Bukan main Rahwana. Ia membangkit-bangkitkan hutang budi Kumbakarna
terhadapa kerajaan Alengka. Kumbakarna menyadari kedudukannya sebagai pengliam
perang, karena itu berangkat juga ia ke medan perang menghadapi Rama. Akan
tetapi ia maju ke medan perang bukan karena membela kakaknya, melainkan karena
rasa tanggung jawabnya sebagai panglima yang harus membela Negara (Ramayana)
e.
Tanggung jawab terhadap Tuhan
Tuhan
menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tana tanggung jawab, melainkan untuk
mengisi kehidupannya manusia tidak bisa lepas tanggung-jawab langsung kepada
Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan
yang dituangkan dlam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama.
Pelanggaran dari hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan
dan jika dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan
perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang
seharusnya dilakukan manusia terhadap Tuhan sebagai penciptanya, bahkan untuk
memenuhi tanggung jawabnya, manusia perlu pengorbanan.
Contoh :
Seorang
biarawati dengan ikhlas tidak menikah selama hidupnya karena dituntut tanggung
jawab terhadap Tuhan sesuai dengan hokum-hukum yang ada pada agamanya, hal ini
dilakukan agar ia dapat sepenuhnya mengabdikan diri kepada Tuhan demi rasa
tanggung jawabnya. Dalam rangka memenuhi tanggung jawab ini ia berkorban tidak memenuhi kodrat manusia
pada umumnya yang seharusnya meneruskan keturunannya, yang sebetulnya juga
merupakan sebagai tanggung jawab sebagai mahkluk Tuhan.
C.
PENGABDIAN DAN PENGORBANAN
Wujud
tanggung jawab juga berupa pengabdian
dan pengorbanan. Pengabdian dan pengorbanan adalah perbuatan baik untuk
kepentingan manusia itu sendiri.
a.
Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik
yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga ssebagai perwujudan kesetiaan,
cinta, kasih sayang, hormat atau satu ikatan dan semua itu dilakukan dengan
ikhlas.
Pengabdian
itu pada hakekatnya adalah rasa tanggung jawab. Apabila orang bekerja keras sehari penuh untuk mencukupi kebutuhan,
hal itu berarti mengabdi kepada keluarga.
Lain
halnya jika kita membantu teman dalam kesulitan, mungkin sampai berhari-hari
itu bukan pengabdian, tetapi hanya bantuan saja.
Berikut
ini diberikan gambaran, bagaimana orang tua mengabdi kepada putra-putrinya demi
kebahagian keluarga mereka.
Sepasang suami istri guru sekolah dasar di sebuah
desa. Anaknya cukup banyak, yaitu 6 orang. Untuk dapat memenuhi kebutuhan
keluarga besar itu, si ibu tetap bekerja sebagai guru karena tahu bahwa gaji
suaminya juga kecil. Si ibu di rumah tidak melepaskan tanggunga jawabnya
sebagai ibu rumah tangga, karena memang tidak mampu membayar pembantu.untuk
urusan pendidikan di sekolah si bapak yang bertanggung jawab sedangkan si ibu untuk urusan pendidikan yang
bersangkutan dengan rumah tangga. Si bapak membimbing putra putrinya dalam
belajar di rumah malam hari, sedangkan siang hari saling dengan praktek biologi
seperti menanam sayur, memelihara ternak yang hasilnya dapat langsung
dimanfaatkan oleh keluarga. Si ibu mengajar putra-putrinya memasak, mencuci
piring, mencuci pakaian dan membersihkan rumah. Anak-anaknya yang mulai besar
menjadi semacam asistennya. Setelah anak-anaknya mulai harus sekolah di kota,
mereka itu hanya disewakan kamar yang murah dengan harus memasak dan mencuci
sendiri yang sudah terlatih baik waktu di desa. Demikianlah kamar itu makin banyak penghuninya oleh adik-adik
yang juga menyusul kakak untuk belajar
di kota. Sekali seminggu untuk mengambil uang dan perbekalan di desa,
dan sekali sebulan ayah ibu datang ke kota untuk tetap mengakrabkan mereka
sebagai keluarga, sekaligus mengontrol
apakah anak-anaknya menjalankan kewajiban dengan benar. Hal demikian juga
dilakukan oleh keluarga itu waktu anak terbesar harus masuk ke perguruan
tinggi. Pada waktu si sulung sudah tamat dan bekerja, ia pindah ke tempat
kerjanya dan berfungsi sebagai donator terhadap adik-adiknya. Hasilnya seluruh
putra-putri keluarga tersebut dapat menamatkan sekolahnya dan menjadi sarjana.
Sementara itu si bapak dan ibu bertahan bekerja sebgai guru di desa demi
mengabdi kepada putra-putrinya agar dapat menjadi manusia yang hidupnya tidak
sesulit dirinya. Waktu mereka sudah pensiun, mereka merasakan bahwa
pengabdiannya pada putra-putrinya juga sudah cukup, merekamerasa puas karena
mampu membekali putra-putrinya dengan ilmu yang dijadikan kail dalam menepuh
kehidupan ini. Orang tua itu tidak mebekali dengan ikan, karena akan cepat
habis tanpa bekas!
Manusia
tidak ada dengan sendirinya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai
ciptaan tuhas manusia wajib mengabdi kepada Tuhan. Pengabdian berarti
penyareahan diri sepenuhnya kepada tuhan, dan itu merupakan perwujudan tanggung
jawabnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pengabdia
kepada agama atau kepada tuhhan terasa menonjolnya seperti yang dilakukan oleh
para biarawan dan biarawati. Pada umumnya mereka itu adalah orang-orang yang
terjun di lading Tuhan karena keasadaran moralnya, karena penggilan Tuhan.
Mereka meninggalkan keluarganya dan tidak akan berkeluarga. Sehingga hamper
seluruh waktu, pikiran, tenaga maupun kegiatan hanya tercurah untuk memuliakan
Tuhan. Dalam agama yang tidak membedakan manusia atas dasar ras ataupun bangsa
itu, para biarawan atau biarawati ditempatkan di daerah-daerah yang jauh dan
terpencil. Semuanya dilakukan dengan semboyan tugas suci. Selain pada gereja
Katolik, pada agama Budha juga dikenal biarawati atau biarawan dengan sebutan
biksu dan biksuni dengan cara kehidupan yang tidak jauh berbeda.
Pengabdia
kepada Negara dan bangsa yang juga menyolok antara lain dilakukan oleh pegawai
negeri yang bertuga menjaga mercusuar di pulau yang terkecil. Mereka bersama
keluarga hidup terpencil dari masyarakat ramai, sementara itu setiap hari
tiupan angina kencang dari laut tidak pernah berhenti, apalagi bila terjadi
badai. Mereka bersembunyi diri dalam mengabdikan diri demi keselamatan kapal
yang lalu lalang. Kesenangan yang dirasakan oleh pegawai negarai di kota tidak
dapat dirasakan, mungkin sekali-kali bila mereka memperoleh cuti tahunan.
Kesenangan dan kegembiaraan sesame pegawai negari hanya mereka bayangkan secara
terang di alam yang demikian sepi. Anak-anak mereka sulit berkembang sebagai
makhluk sosial dan terbatas untuk dapat mengembangkan diri akibat terpecilnya
tempat tinggalnya. Dengan membandingkan mereka dan kehidupan kawan-kawannya di
kota atau di tempat yang lebih enak terasa arti pengorbanan mereka demi
keselamatan manusia lain, bangsa dan Negara sendiri. Berapa abnyaklah orang
yang mau dan mampu menghayati pengorbanan mereka itu?
b.
Pengorbanan
Pengorbanan
berasal dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan, sehingga
pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan
yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung
pamrih. Suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas
semata-mata.
Pengorbanan
dalam arti pemberian sebagai tanda kebaktian tanpa pamrih dapat dirasakan bila
kita membaca atau mendengarkan khutbah agama. Dari kisah para tokoh agama atau
nabi, manusia memperoleh tauladan, bagaiman semestinya wajib berkorban. Berikut
ini diberikan dua buah penggambaran.
Pangeran
Sidharta Gautama dari Kapilawastu diharapkan oleh ayahnya untuk kemudian
menggantikan kedudukannya sebagai raja. Tetapi, Pengeran tersebut lebih
tertarik pada kehidupan pertapa untuk memperoleh penerangan agung bagaimana
caranya mnusia dapat membebaska dirinya dari sengsara (samsara) melalui
pelepasan (mokhsa) dan mencapai kehidupan abadi di sorga (nirvana). Ia
mngorbankan kehidupannya yang mewah duniawi dalam istana, ia mengorbankan
kepentingan keluarganya, karena memandang bahwa kepentingan umat manusia bodoh
(avidya) perlu didahulukan. Usahanya berhasil memperoleh penerangan agung di
tempat pertapaan Bodh Gaya, yang kemudian disiarkan kepada umat manusia. Ia
rela mengorbankann duniawinya, keluarganya, demi kepentingan umat manusia yang
derajatnya lebih tinggi. Ia menjadi seorang Budha yang akhirnya tidak
dilahirkan kembali dan menjadi pendiri agama Budha.
Nabi Ibrahim mendapat perintah
dari Allah untuk mengirbankan putra tunggalnya Ismail. Walaupun ia sangat
sayang pada putranya tersebut, perintah Allah untuk mengorbankan tetap
dipatuhinya. Allah memuji kesetiaan dan besarrnya pengorbanan Nabi Ibrahim. Nabi
Ibrahim tidak sampai hati melihat pisaunya dipotongkan ke leher putranya,
tetapi ia sudah bertekad setia menjalankan perinntah-Nya. Kemudia terbukti,
bahwa putra yang mau dikorbankan kepada Allah sudah berganti dengan biri-biri.
Pengorbana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim kepada Allah lebih tinggi kadarya
daripada pengorbanan oleh nabi Ibrahim sekarang yang ditiru oleh umat Islam
yang menjalankan ibadah haji di Tanah Suci maupun umat Islam diwilayah lain
dengan pengorbanan ternak untuk keperluan fakir miskin pada hari raya Idul
Qurban.
Perbedaan
antara pengertian pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas. Karena adanya
pengabdian tantu ada pengorbanan. Antara sesame kawan, sulit dikatakan
pengabsian, karena kata pengabdian mengandung mengandung arti lebih rendah
tingkatannya. Tetapi untuk kata pengorbanan dapat juga diterapkan kepada sesama
teman.
Pengorbana
merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat merupaka harta benda,
pikiran, perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya, tanpa adanya perjanjian,
tanpa ada transaksi, kapan saja diperlukan.
Pengabdian
lebih banyak merujuk kepada perbuatan sedankan pengorbanan lebih banyak merujuk
kepada pemberian sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya,
waktu. Dalam pengabdian selalu dituntut pengorbanan, tetapi pengorbanan belum
tentu menuntut ppengabdian.
Kesediaan
seorang guru sekolah dasar ditempatkan di pelosok terpencil daerah transmigrasi
adalah pengabdian yang juga menuntut pengorbanan. Dikatakan pengabdiaan karena
ia mengajar di situ tanpa menerima gaji dari pemerintah, tanpa diurus dari
pihak berwenang usul pangkatannya, ia hanya bertanggung jawab untuk kemajuan
dan kecerdasan masyarakat/bangsanya. Ia hanya mampu menerima penghargaan dan
belas kasihan dari masyarakat setempat. Pengorbanan yang ia berikan berupa
tenaga, pikiran, waktu unruk kepentingan anak didiknya.
Daftar Pustaka
Nugroho, Widyo dkk (1996). MKDU : Ilmu Budaya Dasar. Gunadarma
Gambar : ilmubudayadasarardhi.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar