Minggu, 07 Juni 2015

Manusia dan Keadilan

Diposting oleh Unknown di 14.20


     

      


      A.      MANUSIA DAN KEADILAN

                Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu  sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.

                Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal.

                Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilaman warga Negara sudah merasakana bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengaa diproyeksikan pda pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpnan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.

                Kong Hu Chu berpendapat lain bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-massing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.

                Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakan yang seimbang anatara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setipa orang ,e,peroleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh begian yang sama dari kekakyaan bersama.

                Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita hanya menuntuk hak dan lupa menjalankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.

                Sebagai contoh, seorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa meningkatkan hasil kerjanya tentu senderung disebut memeras. Sebaliknya pula, seseorang majikan yang terus menerus menggunakan tenaga orang lain tanpa memperhatikan kenaikan upah dan kesejahteraannya maka perbuatan itu menjurus kepada sifat memperbudak orang atau egawainya. Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan, misalnya kita menuntut kenaikan upah, sudah tent kita harus berusaha meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila kita menjadi majikan, kita harus memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah yang diterima.


      B.      KEADILAN SOSIAL

                Berbicara tentang keadilan, Anda tentu ingat akan dasara Negara kita yaitu Pancasila. Sela kelima Pancasila berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
                Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negar. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu nampak adanya pembauran pengertian kesejahtteraan dan keadilan.

                Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur”. Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara terperinci

                Panitia ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan sebagai berikut:

                “sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat kemakmuran yang adil dalam bidang hokum, politik, ekonomi dan kebudayaan”.

                Dalam ketetapan MPR RI No.11/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengalaman Pancasila (ekaprasetia dan pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut :

                “Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indoensia”.

Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
      1.       Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
     2.       Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
      3.       Sika suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
      4.       Sikap suka bekerja keras.
    5.       Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.

                Asa yang menuju terciptanya keadilan sosial itu akan ditungkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melaui delapan kalur pemerataan, yaitu :
    1)      Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan
      2)      Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
      3)      Pemerataan pembagian pendapatan
      4)      Pemertaan kesempatan kerja
      5)      Pemerataan kesempatan berusaha
     6)      Pemerataan kesempata berpartisipasi dalam pembanguan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita
      7)      Pemerataan penyebaran pembanguan di seluruh wilayah tanah air
      8)      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
               
                Keadilan dan ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidakadilan setiap hari, oleh karena itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel, music dan lain-lain.


      C.      BERBAGAI MACAM KEADILAN

a.       Keadilan Legal atau Keadilan Moral
        Plato berpendapat bahwa keadilan dan hokum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat  dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (the man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
                Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyakat bilaman setiiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam Negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
                Ketidakadilan terjadi apabilan ada campur tangan terhapa pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan atau seorng petugas pertanian mencampuri urusan kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.

b.      Keadilan Disitributif
        Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bialman hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama(justice is done when equals are treted equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hasiah harus dibedakan antara Ali dan budi, yaitu  perbedaan sesuai dengan lama kerjanya. Andaikata Ali menerima Rp.1.000.000,- maka Budi harus menerima Rp.500.000,- akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.

c.       Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejateraan umum.  Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu  merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

Contoh :
dr. Sukartono dipanggil seorang pasien bernama Yanti. Sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik, sebaliknya, Ynati menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis yang saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi, karena dr. sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah rangga. Kerana dr. sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami,  sednagkan yanti merusak rumah tangga dr. sukartono.


      D.      KEJUJURAN

                Kejujuran atau jujur artiya  apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nurainya dan apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan uyang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hokum. Untuk itu dituntut saku kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus ama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat. Seseorang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongannya disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti. Seseorang mustahil dapat memeluk agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu serta jangan pula berdusta walaupun dustamu dapat menguntungkanmu.
                Barangsiapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.
                Orang bodoh yang jujur adalah lebih baik daripada orang pandai yang lancing. Barangsiapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janji dan kesanggupannya, termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima belas kasihan Tuhan.
                Pada hakekatnya jujur dan kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya  hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
                Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk. Disitu manusia dihadapkan pada pilihan antara yang hala dan yang haram, yang boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini kita dapat melihat sesuatu yang spesifik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal jujur dan tidak jujur, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil, dan sebagainya.
                Kejujuran bersangkutan erat dengan masalah nurani. Menurut M.Alamsyah dalam bukunya Budi Nurani, filsafat berfirkir, yang disebut nurani adalah wadah  yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini mentimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran Illahi. Nurani yang diperkebangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan atass diri keyakinannya maka eseorang diketahui kepribadiannya. Orang yang memiliki ketulusan yang tinggi akan memiliki keyakinan yang matang, sebaliknya orang yang hatinya tidak bersih dan mau berpikir curang, memiliki keperibadian yang buruk dan rendah dan sering tidak yakin pada dirinya. Karena apa yang ada dalam hati nuraninya banyak ddiperngaruhi pleh pemikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.
                Bertolak ukur hati nurani, seseorang dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau salah. Hati nurani bertindak seseuai dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus menerus berpikir dan bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami ketegangan dan sifat kepribadiannya yang semstinya tunggal jadi terpecah. Keadaan demikian sangat mempengaruhi pada jasmani maupun rohaninya yang menimbulkan penyakit psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya sebaggai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidakadilan. Nilai-nilai etis ini dikaitkan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.


      E.       KECURANGAN

                Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.

                Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hati nuraninya sudah berniat curang dengan makssud memperoleh kauntungan tanpa bertenaga dan ussaha? Suddah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah keuntungan yang berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap adakn mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain mendderita karenanya.

                Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang paling hebat, paling kaya dan senang bila massyarakat disekelilingnya hisup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun tidak membenarkan orang mengumpulkan harta benda sebanyak-banyaknya tanpa menghirakan orang lain, lebih lagi mengumpulkan harta dengan jalan yang curang. Hal semacam itu dalam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.

                Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada emapat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi apabila manusia dalam hatiya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yangmelanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik atau buruknya Pujiwiyatno dalam bukunya “filsafat sana-sini” menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong menipu, merampas, memalsukan dan lain-lain adalah bersifat buruk. Lawan buruk sudah tantu baik. Baik buruk itu berhubungan ddengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan-akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupaka tingkah laku, karena itu diperlukan ukutan untuk menilainya. Namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai hal yang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan ada lawannya, pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu buruk.

               
      F.       PEMULIHAN NAMA BAIK

                Nama baik merupakan tujuan utama orang bidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/ tetangga disekitarnya adalah suatu kebangga batin yang tidak ternilai harganya.

                Ada peribahasa berbunyi “daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” arttinya orang lebih baik mai daripada malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Setap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama baik keluargamu!” dengan menyebut “nama” berarti mengandung arti “nama baik”. Ada puka pesan orang tua “jangan membuat malu” pesan itu juga berartu menjaga nama baik. Orang tua yang menghadapai anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa yang anggap kamu baik dan jangan laksanakan yang anggap kau tidak baik!”. Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga.

                Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu antara lain cara berbicara, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi irang,  perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.

                Tingkah laku atau perbuatan baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
      a.       Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral
     b.      Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut
                Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.

                Akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus diseseuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat baik sesuai dengan akhlak yang baik.

                Ada tiga macam godaan yaitu derajat/pangkat, harta dan wanita. Bila orang tidak dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus ke jurang kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan wanita itu dengan menggunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara lain fitnah, berbohong, suap, mencuri, merampok dan menemupuh semua jalan yang diharamkan.

                Hawa nafsu dan angan-angan bagaikan sungai dan air. Hawa nafsu yang tidak tersalurkan dengan suangai yang baik dan benar akan meluap kemana-mana yang akhirnya sangat berbahaya, menjerumuskan manusia ke lumpur dosa.

                Ada godaan halus, yang dalam bahasa jawa, adigang, adigung, adiguna, yaitu membanggakan kekuasaan, kebesarannya dan kepandaiannnya. Semua itu mengandung arti kesombongan.

                Untuk memulihkan nama baik manusia harus bertobat atau meminta maaf. Hal itu dilakukan tidak hanya dibibir melainkan harus bertingah laku yang sopan, ramah, berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrih, taqwa kepada Tuhan dan memempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur seslalu dipupuk.


     G.     PEMBALASAN

                Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Sebagai contoh, A memberikan makana kepada B. di lain kesempatan B memebrikan minuman kepada A. perbuatan tersebut meruoakan perbuatan serupa dan ini merupakan pembalasan.

                Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertaqwa kepada Tuhan diberikan oembalsana dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalassan dan pembalsan yang diberikanpun pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka.

                Pembalasan disebakan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula.

                Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.

                Oleh karena tiap manuisa tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia  berusaha memertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

Daftar Pustaka
Nugroho, Widyo dkk (1996). MKDU : Ilmu Budaya Dasar. Gunadarma

0 komentar:

Posting Komentar

Pink Bobblehead Bunny
 

My ( Mind + Act + Story ) Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting